SOLO-Matematika adalah soal angka, pendapat itu tentu benar, namun untuk memahami pendidikan matematika, tidak seluruhnya soal angka. Ada ilmu bahasa yang dapat digunakan untuk memahami pendidikan literasi matematika.
Menurut Guru Besar Ilmu Liguistik Terapan, Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof. Dr. Sumarwati, ilmu bahasa memiliki kontribusi dalam pendidikan literasi matematika, khususnya untuk siswa sekolah dasar yang dalam pembelajaran matematika terdapat soal cerita.
“Soal cerita dalam pembelajaran matematika siswa sekolah dasar disampaikan melalui media bahasa. Jika bahasa yang digunakan tidak sesuai kompetensi berbahasa siswa, soal cerita akan sulit dipecahkan,” terang Prof. Dr Sumarwati, kepada media usai dikukuhkan sebagai guru besar UNS, Selasa (04/07/2023).
Namun sebaliknya, imbuh Sumarwati, jika bahasa yang digunakan relevan dengan kompetensi berbahasa siswa, maka soal cerita akan lebih mudah dipahami.
Bersumber hasil penelitian yang dilakukan, ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk memudahkan siswa dalam memahami soal cerita dalam literasi matematika, yaitu, unsur kebahasaan, struktur teks, dan unsur pembangun konteks.
Unsur kebahasaan dilakukan dengan menggunakan kosa kata yang familiar yang sering dipakai, semisal kata kontainer diganti truk. Selain itu, penggunaan kalimat aktif dan pasif secara cermat (bila memungkinkan kalimat pasif dibuat menjadi aktif, misalnya lima kelereng diambil Budi dibuat menjadi Budi mengambil 5 kelereng).
Sumarwati menambahkan, pemakaian jumlah kata pada setiap kalimat juga harus diperhatikan. Untuk kelas 1-2 cukup tiga sampai enam kata. Kelas 3-4 cukup tiga sampai sembilan kata, dan kelas 5-6 cukup tiga sampai dua belas kata. Sementara untuk kalimat, kelas 1-2, tiga sampai lima kalimat, kelas 3-4, tiga sampai delapan kalimat dan kelas 5-6 maksimal dua belas kalimat.
Selain itu, pemakaian kalimat kompleks dengan menggunakan tanda koma atau kata hubung, seperti dan, lalu, kemudian, sedangkan, jika, apabila, semua dibuat menjadi kalimat-kalimat tunggal.
Kepemilikan yang abstrak dibuat konkret, misal frasa 2.675 radio telah terjual dibuat menjadi Sebanyak 2.657 radio pedagang itu telah terjual.
Juga perlu diperhatikan untuk menghindari penggunaan nama atau objek simbolik, misal kota A dibuat menjadi kota Bandung, atau bapak B menjadi bapak Budi.
Sementara dalam penggunaan multiaktor yang memiliki hubungan keluarga (familiar) pada soal yang memuat frasa lebih banyak dan lebih sedikit, juga penggunaan tiga komponen teks secara lengkap (mencakup komponen pembuka, komponen peristiwa, dan komponen pertanyaan).
Menggunakan komponen pembuka untuk membangun konteks yang jelas dan sesuai konteks dunia nyata siswa. Dan terakhir penggunaan nama aktor dan koaktor yang jelas perbedaanya, menghindari nama-nama mirip pada soal perbandingan serta penggunaan objek yang familiar bagi siswa.
“Dari unsur-unsur diatas, dapat disimpulkan bahwa kesulitan memahami soal cerita berbahasa Indonesia dalam literasi matematika dapat bersumber dari tidak sesuainya bahasa pada soal cerita dan bahasa yang dikuasai siswa, terlebih bagi siswa kelas rendah yang sedang belajar bahasa Indonesia,” ungkap Sumarwati, yang mengaku telah menyiapkan riset ini selama 12 tahun.
Dengan demikian, pendekatan ilmu bahasa dalam memahami literasi pendidikan matematika, akan mampu mengatasi permasalahan siswa dalam memahami literasi matematika.
“Memahami literasi pendidikan matematika hanya dengan paradigma ilmu matematika dan pengajaran matematika, akan menyulitkan siswa, mulai saat ini dan ke depan harus didekati dengan paradigma ilmu bahasa,” tukas Sumarwati.
Dalam pengukuhan Guru Besar, Prof. Dr. Sumarwati, M.Pd. merupakan Guru Besar ke-68 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan ke-265 UNS.
Dalam pidato inagurasinya, dihadapan anggota dewan profesor dan tamu undangan, Prof. Sumarwati, membacakan abstraksi penelitiannya berjudul ‘Optimalisasi Peran Bahasa dalam Pendidikan Literasi Matematika Siswa Sekolah Dasar’.
Prof. Sumarwati dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Linguistik Terapan pada FKIP UNS, di Auditorium G.P.H. Haryo Mataram UNS.
Prof. Dr. Sumarwati, dikukuhkan sebagai guru besar bersama tiga Guru Besar lainnya, yaitu Prof. Dr. Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. dari Fak. Hukum, Prof. Dr. Niken Silmi Surjandari, S.T., M.T. dari Fak. Teknik dan Prof.Dr. Sarwono, M.Sn., dari Fak. Seni Rupa dan Desain.
“Semoga dengan bertambahnya empat Guru Besar baru ini dapat memberikan kontribusi yang luar biasa untuk UNS, masyarakat, bangsa dan negara. Selamat kepada empat Guru Besar baru. Semoga semakin memperkuat UNS,” ujar Rektor UNS Prof. Dr. Jamal Wiwoho. []