SOLO-Sejumlah seniman yang mengatasnamakan Komunitas Waras Solo mengadakan happening art di sepanjang Jalan Gatot Subroto Solo, Kamis (31/10/2024) malam. Berangkat dari perempatan Matahari Singosaren mereka berjalan pelan sambil membawa payung mutho, oncor serta papan nisan.
Mengenakan baju hitam-hitam berbalut jarik wajah mereka tertutup topeng dengan aneka karakter yang ada. Aroma dupa dan suara Kidung Wahyu Kalaseba menggema memenuhi koridor Gatsu (Gatot Subroto) menambah syahdu dan sakral bagi masyarakat yang melihat pertunjukan malam itu.
Selain membawa peralatan jenazah mereka juga membawa sejumlah poster yang berisi pesan bahaya miras.
Rombongan sempat berhenti sejenak di depan café Kulkas Babe melakukan pertunjukan sambil menabur bunga setman. Aksi berlanjut ke café 23 Degree yang berjarak tak lebih 50 meter. Disana mereka juga melakukan hal yang sama.
Indrawan YP, koordinator aksi menyebutkan bahwa aksinya ini diadakan sebagai bentuk protes atas maraknya miras yang bebas beredar di Kota Solo.
“Konsep hari ini adalah jangan mati sia-sia, salah satu penyebab mati sia-sia adalah mengkonsumni miras,”katanya.
Miras itu kotor dan racun untuk lingkungan masyarakat. Miras merupakan penyakit masyarakat, siapapun masyaraktnya harus menolak penyakit tersebut.
Awal dibangun koridor Gatsu adalah untuk menampung para perajin seni yang bisa menampilkan karyanya namun beberapa waktu ini harus diracuni dengan berdirinya beberapa café yang bebas berjualan miras. Imbasnya para pemabuk sering berbuat onar di sekitar café, banyak warga sekitar yang akhirnya terganggu. []