SOLO – Ketua Bidang Digi Broadcast Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) Neil R Tobing mengatakan industri penyiaran tergangggu dengan adanya penyiaran media baru atau medsos. Sehingga perlu adanya pemberlakuan aturan yang sama antara TV FTA dengan media baru atau OTT .
Saat ini TV FTA begitu diatur ketat oleh berbagai aturan dari pemerintah sementara media baru medsos hingga saat ini belum ada aturan yang baku.
Hal ini diungkapkan oleh Neil R Tobing, dalam acara Diskusi Kelompok Terarah Pengaturan Konten Media di Era Digital Menuju Revisi Undang Undang Nomer 32 Tahun 2022, tentang Penyiaran yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia, di Monumen Pers Solo Sabtu sore (29/01/22) .
Lebih lanjut Neil R Tobing mengatakan saat ini fenomena media baru media sosial seperti youtube,twitter,instagram ,facebook sangat menguasai industri media di Indonesia. Penggunaan internet tahun 2021 naik sebesar 71,1 % dari 38.5 % dari tahun 2015 sedangkan televisi mengalami penurunan 96.2% menjadi 87.7%.
Baik itu pada penonton maupun pada perolehan iklannya,karena memang revolusi 4.0 membuat akses internet lebih cepat. Apalagi pada masa Pandemi Covid 19 ini mempercepat proses transformasi digital.Sebab masyarakat ingin mendapatkan sesuatu tanpa bertemu tanpa mobilitas.
“Kami mengharapkan bagaimana UU Penyiaran yang baru yang sedang digodok di DPR RI dapat memperlakukan yang sama antara TV FTA dengan Media Baru atau OTT. Karena dua media ini mempunyai kesamaan.Pertama memproduksi konten untuk dinikmati penonton. Kedua memperebutkan iklan dan sasaran masyarakat yang sama.Sehingga Media baru Medsos perlu diatur juga dalam UU atau Regulasi lainnya,”jelas Neil R Tobing sesuai acara diskusi.
Lebih lanjut Neil berharap Komisi I DPR RI dapat menyelesaikan RUU Penyiaran dalam tahun ini.Agar UU Penyiaaran dapat menciptakan keberlangsungan usaha dan menciptakan kesetaraan antara TV FTA dengan Media Baru Medsos agar maju bersama.
Saat ini Media Baru Medsos memang sudah diatur oleh UU ITE dan Permen namun dari tahun 2016 hingga sekarang belum diberlakukan. Adanya perbedaan peraturan antara TV FTA dengan Media baru merugikan bagi TV FTA. Salah satunya konten TV di up load di Media Baru tanpa ada pembagian kompensasi yang fair.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari yang hadir dalam diskusi tersebut mengatakan semua masukan dalam diskusi ini akan menjadi masukan dalam pembahasan RUU Penyiaran. Direncanakan tahun ini UU Penyiaran dapat diselesaikan. Lebih lanjut Abdul Kharis mengatakan dalam penyusunan RUU Penyiaran nanti akan diatur bersama antara TV FTA dengan Media Baru Medsos agar terjadi kesetaraan.
“Media Satu diatur satu tidak ,sehingga biar setara akan diatur bersama.Sehingga ada kenyamanan dari berbagai pihak.Termasuk potensi pendapatan negara dari UU Penyiaran yang disiapkan. Mudah mudahan bisa dimasukkan ke dalam UU Penyiaran yang akan dilahirkan dan bisa mengatur semua penyiaran yang sedang berkembang termasuk media baru ”Jelas Kharis.
baca: Bupati Harap Baznas Karanganyar Tingkatkan Target ZIS
Mengenai ASO (Analogue Switch Off) atau perpindahan siaran TV dari Analog ke Digital yang akan mulai diberlakukan mulai 2 November 2022 Abdul Kharis mengatakan pemerintah melalui Kominfo perlu mensosialisasikan kepada masyarakat secara masif.Sebab saat ini banyak yang belum mengetahui adanya aturan tersebut. Bagi masyarakat yang memiliki TV tabung perlu diberitahu perlunya alat tambahan set of box agar dapat menikmati siaran digital saat siaran analog yang saat ini digunakan dimatikan.
Diskusi ini dihadiri oleh anggota Komisi Penyiaran Daerah Jawa Tengah,Asosiasi Televisi Swasta Indonesia,Asosiasi Televisi Nasional Indonesia,Asosiasi Televisi Lokal Indonesia,Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia,Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia dan Jaringan Radio Komunitas Indonesia. Acara ini dibuka oleh Ketua KPI Pusat Agung Suprio. []