SOLO – Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Sragen mengusulkan adanya lokalisasi dan proteksi bawang merah lokal di Soloraya, dari se rbuan komoditas sejenis dari luar daerah maupun serbuan “tengkulak” dari luar daerah yang mengambil bawang merah di Soloraya.
Menurut Ketua ABMI Sragen Suratno, hal itu perlu dilakukan untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan bawang merah di wilayah eks karesidenan Surakarta. Pihaknya yakin, produksi bawang merah dari Sragen ditambah dari Cepogo Boyolali, dan Klaten lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah Soloraya.
“Dari luas lahan sekitar 172 hektar di Sragen mampu menghasilkan 8 ton hingga 9 ton sekali panen. Tiap tahun rata-rata panen empat kali hingga lima kali. Dari hasil produksi itu, kebutuhan masyarakat Sragen hanya sekitar 30 persen saja,” kata dia di sela-sela bazar bawang putih dan bawang merah di kawasan car free day (CFD) Jalan Slamet Riyadi Solo, Minggu (7/4).
Suratno mengakui, jika panen lancar dan tidak diganggu serta tidak diambil tengkulak dari luar daerah, sebenarnya kebutuhan bawang merah masyarakat Soloraya, terutama Sragen, lebih dari cukup dengan harga stabil. Lantaran banyak tengkulak yang mengambil dan dibawa ke luar daerah maka stok bawang merah jadi menipis dan berpengaruh pada harga.
Kata dia, berkali-kali terjadi pedagang dari Sragen maupun Solo “kulakan” bawang merah di Pasar Johar Semarang, dimana bawang merah itu ada yang didatangkan dari Sragen. Tapi kemudian, tidak terduga harga bawang merah yang semula tinggi tiba-tiba anjlok lantaran ada serbuan komoditas sejenis dari luar daerah maupun impor.
“Makanya, kami minta pada pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini agar kebutuhan bawang merah di Soloraya terjaga dan harga juga terkendali,” kata Suratno.
Fungsi Koordinasi dan Kebijakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Solo Yuni Herlina mengatakan, BI tengah mengupayakan agar bawang merah di Soloraya bisa untuk mememuhi kebutuhan sendiri dan tidak lari ke luar daerah. Dia berharap, faslitasi yang diberikan BI yang mempertemukan para petani bawang merah dengan Perusahaan Umum Daerah Pusat Pergudangan dan Aneka Usaha “Pedaringan” milik Pemkot Surakarta bisa memberi hasil.
Artinya, Pedaringan bersedia membeli bawang merah petani dengan harga yang disepakati.
“Para tengkulak berani membeli sejak bawang merah ditanam dengan cara menebas. Kalau Pedaringan sudah pasti berhitung untung rugi kalau mau membeli. Tapi saya yakin, kalau yang kita wacanakan bisa berjalan dengan baik, masalah bawang merah bisa teratasi, setidaknya di Soloraya,” kata Yuni.
Pasar Murah
Sementara dalam pasar murah di CFD, tim pengendali inflasi daerah (TPID) Kota Solo menggelontorkan 600 kg bawang merah dan bawang putih. Masyarakat sangat antusias menyambut bazar itu, hingga 300 kg bawang putih dan 300 kg bawang merah habis. Pihak TPID memberi subsidi Rp 3.000 untuk tiap 1 kg bawang merah maupun bawang putih yang dijual, dari harga kulakan dari para petani bawang merah dan distributor bawang putih.
Di bazar, bawang merah dijual dengan harga Rp 29.000 per kg dan Rp 37.000 untuk bawang putih. Harga itu jauh lebih murah ketimbang di pasaran. Dari survai yang dilakukan Dinas Perdagangan, Sabtu (6/4), di Pasar Gede Solo harga bawang putih sudah mencapai Rp 56.000 per kg dan bawang merah Rp 45.000. Sedang di Pasar Legi, masing-masing seharga Rp 30.000 dan Rp 45.000 per kg untuk bawang merah dan bawang putih.
Menurut Kepala Dinas Perdagangan Subagiyo, bazar akan dilanjutkan di pasar-pasar tradisional hingga tanggal 12. Tiap pasar tradisional akan mendapat jatah 400 kg, yakni 200 kg bawang putih dan 200 kg bawang merah.
“Tingginya harga bawang putih karena kran impor bawang putih belum turun sehingga stoknya menipis. Sedang kenaikan harga bawang merah terjadi karena panen terganggu oleh cuaca,” katanya.
Ketua TPID Kota Solo Achmad Purnomo mengatakan, pasar murah bawang merah dan bawang putih selaras dengan keinginan TPID untuk menurunkan harga kedua komoditas itu. Sebab, kata dia, kenaikan harga kedua komoditas itu berpengaruh terhadap inflasi. Wakil Wali Kota itu mengatakan, kenaikan harga bawang putih dan bawang merah memberi kontribusi paling besar terhadap infladi di Solo di Bulan Maret. []
sumber: suara merdeka