BOYOLALI – Kirab ratusan tenong, wadah makanan tradisional berbentuk lingkaran yang terbuat dari bambu, dalam Grebeg Sadranan, Minggu (14/4/2019), menjadi pembuka tradisi Sadranan di Kecamatan Cepogo yang dilakukan tiap bulan ruwah dalam penanggalan Jawa.
Grebeg ini merupakan kali pertama dilakukan, sebagai penanda berlangsungnya tradisi sadranan bagi masyarakat setempat. Selama bulan ruwah, suasana masyarakat di lereng Merapi tersebut tak ubahnya lebaran. Pintu rumah dibuka untuk disambangi tamu untuk silaturahmi. Makanan disajikan. Perantau kembali ke kampung halaman. Di tiap-tiap desa, warga akan berziarah ke makam secara aeremoak, berkirim doa dan menyantap makanan yang dibawa dalam tenong bersama-sama.
“Sadranan ini adalah tradisi turun-temurun. Untuk lebih meramaikan, tahun ini dibuat festival dengan penyelenggaraan grebeg yang akan berkelanjutan. Biasanya, sadranan dimulai sendiri-sendiri di tiap desa,” kata Camat Cepogo, Insan Adi Asmono.
Agar lebih tertata rapi, sekaligus menjadikan sadranan sebagai wisata budaya dan religi, jadwal pelaksanaan sadranan yang ditandai ziarah makam. Akan dilakukan secara bergiliran di tiap desa, mulai 18 April hingga 30 April mendatang.
Dalam kirab perdana tersebut, sebanyak 15 desa ikut berpartisipasi, dimana sebanyak 315 tenong, serta masing-masing tujuh gunungan hasil bumi dan makanan lokal, dikirab dalam balutan tradiai jawa yang kental. Tenong dan gunungan tersebut lalu didoakan di aekitar kantor Kecamatan Cepogo, untuk kemudian disantap bersama-sama oleh masyarakat dan pengunjung.
“Semoga ini juga bisa menjadi contoh bagi wilayah lain untuk menggali potensi tradisi dan budaya lokal agar bisa dikembangkan menjadi potensi wisata,” kata Wakil Bupati Boyolali, Sais Hidayat.
Hal tersebut diperlukan, salah satunya yakni sebagai upaya pelestarian tradisi dan kebuyaan lokal agar tak tergerus jaman. Ia pun sangat mendukung bila festival ini menjadi agenda tahunan dan masuk dalam kalender wisata Boyolali. []
sumber: krjogja