SOLO – Sekitar 6 ribu penari dari berbagai daerah di Indonesia serta beberapa negara manca, ikut memeriahkan ’24 Jam Menari’ di Institut Seni Indonesia (ISI) Senin (29/04/2018). Termasuk, puluhan difabel yang sebagian besar tuna netra.
Ketua Panitia 24 Jam Menari Eko Supriyanto kepada wartawan di Ralana, Senin (22/4) menjelaskan, keterlibatan kaum difable dalam event tahunan memperingati World Dance Day (WDD) ini, cukup menarik karena terkait dengan keterbatasan fisik yang menuntut proses kreatif secara khusus. Sebagai gambaran disebutkan, bagaimana seorang tuna netra yang sama sekali belum pernah melihat peristiwa apapaun lewat indera mata, diajak untuk membangun imaji dalam wujud tari dengan mengeksploitasi olah tubuh.
Hampir selama empat tahun terakhir, tambahnya, seorang dosen ISI Solo, Jonet Sri Kuncoro secara khusus memang mendalami proses kreatif bersama kaum difable, hingga menemukan metode latihan sesuai dengan jenis kecacatan masing-masing.
Adapun sajian tari yang akan disuguhkan dalam ,24 Jam Menari’ tambah Eko, dipersiapkan sejak Januari lalu, dengan komposisi bertajuk ‘Kami Tak Berbeda’ dengan durasi 30 menit. Selain itu, sejumlah maestro tari dipastikan juga ikut tampil, diantaranya Wahyu Prabowo Santoso Wied Sendja, Retno Maruti, Frans Jiu Luway.
“Tahun ini panitia memberlakukan ketentuan ketat bagi penari 24 jam nonstop, diantaranya seluruh gerakan harus menjadi bagian dari performance, jadi bukan asal kemlawe” tegas Eko. []
sumber: krjogja