Kara Istimewa

Date:

“Kara Dwi Ratnasari !” panggil Bu Fatimah dari meja guru. Kara tahu kali ini nilai ulangan matematika-nya paling rendah. Mengapa? karena Bu Fat selalu membagi hasil ulangan dari nilai yang tertinggi ke nilai terendah. Dan Kara dipanggil setelah semua  anak menerima hasil ulangan

“Kamu harus lebih rajin belajar. Kara sudah kelas 5 sebentar lagi kelas 6” Bu Fat menyerahkan hasil ulangan. Kara menerimanya dengan muka memanas karena malu dan sedih

Setelah kembali ke tempat duduknya, mata Kara menyapu ketiga sahabatnya. Indah yang duduk di bangku paling depan, di dekat meja guru adalah peragawati cilik andalan Kota Tegal.

Di sebelah Indah, ada Ine yang otaknya cemerlang. Selain bintang kelas, minggu depan Ine akan mewakili sekolah di Olimpiade Matematika tingkat Kecamatan. Karena juara, bulan depan akan berlomba di tingkat Kota.

Setelah menatap iri Indah dan Ine, Kara melihat teman sebangkunya Naura.  Naura sama cantiknya dengan Indah. Selain cantik, Naura memiliki suara emas. Kalau sekolah sedang ada acara semisal Pensi, Naura selalu dimintai menyanyi. Naura juga pernah menjuarai lomba menyanyi yang diadakan sebuah mall besar.

Karena disergap rasa iri, sepanjang pelajaran Matematika, Kara hanya asyik dengan pikirannya.  Indah, Ine, Naura dan lainnya punya bakat. Mengapa dirinya tidak?

Teng..teng..teng..jam istirahat berdentang. Kara  masih melamun. Mengapa  dirinya tak sepercaya diri Indah? Tak jago menghitung seperti Ine? Tak punya suara emas seperti halnya Naura?

“Duarrr…!”seru Indah, Ine, Naura kompak

“Kaget tahu..”ujar Kara

“Ke kantin yuk! Aku yang traktir deh. Tapi nanti bantu doa biar aku menang  lomba ya ”ajak Ine

***

            Sejak nilai ulangan matematikanya paling rendah, Kara merasa menjadi anak yang paling menderita se dunia. Indah cantik, populer. Ine, BJ Habibie masa depan. Naura the next Agnes Mo. Sedang dirinya? Wajahnya meski tak jelek, kalah jauh dibanding Indah. Nilai pelajaran matematikanya tak pernah bagus. Suaranya Merdu alias merusak dunia. Kara makin merana. Di rumahnya ada Bik Isah. Adik kandung ibunya yang kata orang sakit gila. Selama ini, Kara mencari seribu alasan jika ada teman-teman sekelasnya yang ingin main ke rumah. Kara tak ingin jika dirinya punya tante yang suka bicara, menangis, bicara sendiri. Kara malu.

***

            Alhamdulillah, gumam Kara sembari menutup Pinky. Buku hariannya. Kepada Pinkylah Kara berani jujur, curhat dengan cara menulis semuanya. Awalnya hanya menceritakan keiriannya pada ketiga sahabatnya. Lama-lama isi Pinky bermacam-macam. Tak hanya kejadian yang bikin sedih, Kara juga menulis hal yang lucu, seru yang dialaminya. Ohya, Pinky adalah hadiah dari Ine karena berhasil menang di olimpiade matematika tempo hari.

***

            “Anak-anakku, setiap orang, termasuk kalian semua adalah ciptaan Allah yang sangat bernilai dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing” kata Bu Fat membuka pelajaran Bahasa Indonesia

Tapi aku tidak punya bakat apa-apa Bu”seru Kara, tapi di dalam hati.

“Sekarang buatlah cerpen atau cerita pendek. Temanya, mengenali diri. Apa kekurangan kalian, kelebihan kalian. Ingat tulis dalam bentuk cerpen ya!”

Suasana kelas mendadak riuh. Ada yang bertanya boleh kisah nyata? Ada yang bertanya panjangnya berapa halaman? Ada pula yang bertanya apa bedanya cerpen, dongeng dan cerbung alias cerita bersambung.

“Ohya tulisan terbagus akan ibu kirim ke majalah anak. Kebetulan ibu punya teman yang kerja menjadi editor di sana. Meski begitu, yang memilih cerpen kalian layak terbit atau tidak para editor di sana. Ibu hanya sebatas membantu mengirmkan saja”

Kara dengan semangat membuat cerita dengan tema yang diminta Bu Fat. Karena terbiasa mengisi tulisan di Pinky, buku hariannya, merangkai kata bukan hal yang sukar baginya. Saat yang lain mencari ide, Kara sudah menulis satu paragrap. Saat yang lain masih tertatih merangkai kata, Kata sudah menyelesaikan ceritanya. Benar kata Bu Fat, setiap orang punya keistimewaan dan kekurangan masing-masing.

Kara tak sedih lagi tak secantik Indah, tak sepintar Ine di pelajaran matematika, tak punya suara emas seperti Naura

Hmm….Aku Kara Dwi Ratnasari. Aku Istimewa”gumamnya

Teman-teman, kita doakan semoga cerpen Kara dimuat di majalah itu ya!

 

Penulis,  Sutono Adiwerna

Alamat : Jl Pertanian no 15. Harjosari Kidul RT 16/04. Adiwerna Tegal

 

 

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

Pilkada Usai, Ini Harapan Insan Wisata kepada Pemimpin Baru

GUNUNGKIDUL-Pilkada berlalu, sebentar lagi masyarakat siap untuk menyambut pemimpin...

Hasil Tabulasi PKS, Respati-Astrid Peroleh 60,43%

SOLO-Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PKS Kota Solo, Daryono,...

Wapres Gibran Nyoblos di TPS 018 Manahan Solo

SOLO-Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka juga telah menggunakan...

Pakta Integritas Cawali dan Cawawali Surakarta dengan MUI, Berikut Isinya

SOLO-Pilkada Kota Surakarta 2024 sudah memasuki hari tenang, tepatnya...