Masjid Agung Kraton, Masjid yang Merekam Perjalanan Syiar Islam di Surakarta

Date:

SOLO – Masjid Agung Kraton Surakarta, pada masa pra-kemerdekaan adalah masjid agung yang dimiliki Kerajaan (Surakarta Hadiningrat).

Masjid ini merupakan salah satu peninggalan masyur, Kraton Surakarta, yang menisbatkan jejak syiar Islam yang besar.

Dibangun di atas lahan seluas 19.180 meter persegi, masjid Agung, berada persis di barat Alun Alun Utara Kraton, yang dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25 meter.

Bangunan Masjid Agung Surakarta merupakan bangunan bergaya tajug yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustaka (mahkota). Gaya bangunan tradisional Jawa ini adalah khusus untuk bangunan masjid.

Di dalam kompleks Masjid Agung dapat dijumpai berbagai bangunan dengan fungsi kultural khas Jawa-Islam. Juga terdapat maksura, yang merupakan kelengkapan umum bagi masjid kerajaan.

Keanggunan Masjid Agung Surakarta yang dulunya bernama Masjid Besar itu terletak pada bentuk bangunan dan keasliannya.

Bangunan seluruh pilar atau lainnya dari kayu jati yang berasal dari hutan Donoloyo (Alas Donoloyo) yang usianya sudah sangat tua. Yang menarik lagi, konon kubah Masjid itu pada zaman dulu dilapisi dengan emas murni seberat 7,5 Kg terdiri dari uang ringgit emas sebanyak 192 buah.

Pemasangan lapisan kubah Masjid itu diprakarsai oleh Sri Susuhunan PB VII pada tahun 1878 atau tahun Jawa 1786 dengan condro sangkolo Rasa Ngesti Muji ing Allah.

Menurut Gray Koes Moertiyah atau Gusti Moeng, Masjid Agung Surakarta, dulu bernama masjid Gede, yang merupakan masjid tua yang dibangun Masjid Agung Sunan Pakubuwono III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768.

Masjid ini merupakan masjid dengan katagori Masjid Jami’, yaitu Masjid yang mampu menampung jamaah dalam jumlah besar untuk salat berjemaah.

“Sebagai masjid bersejarah, Masjid Agung mampu merekam perjalanan syiar Islam kraton surakarta dari masa ke masa,” kata Gusti Moeng.

Secara kultural, Masjid Agung masih tetap ada kaitan dengan acara-acara kraton, seperti Sekaten, Hari Besar Islam, Grebeg Mulud masih tetap berlangsung di Masjid Agung.

Hubungan antara masjid sebagai tempat ibadah dan kegiatan kultural kraton, tidak dapat dipisahkan. Hal itu karena masjid Agung, menjadi saksi sejarah jejak syiar Islam di Surakarta.

 

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

Semarak Hari Batik, Sekolah Alam Aqila Gelar Sejumlah Acara

KLATEN-“Tek..tek..tek” suara palu kayu bersahut sahutan menjadikannya lantunan penyemangat...

Lokakarya Jurnalistik: Membangun Generasi Jurnalis Muda Profesional

TEGAL-Sebuah lokakarya jurnalistik yang bertujuan untuk mencetak jurnalis muda...

Komandan Lanud Adi Soemarmo Gelar Silaturahmi Pimpinan TNI-POLRI Se-Solo Raya

SOLO - Komandan Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Adi...

Lestarikan Budaya, SD Muhammadiyah Palur Kenakan Batik

SUKOHARJO-Hari Batik Nasional adalah hari perayaan nasional Indonesia untuk...