SOLO – Karaton Surakarta melalui Lembaga Dewan Adat (LDA) menggelar acara sadranan di makam leluhur raja-raja mataram di tanah Jawa, Senin, 3 Agustus 2020. Kegiatan ini harusnya dilaksanakan sebelum bulan ramadhan kemarin, namun karena ada pandemi maka acara tersebut batal dilakukan.
Putri Raja PB XII dan ketua Lembaga Dewan Adat Karaton Surakarta GKR. Wandansari Koes Moertiyah yang akrab di paanggil Gusti Moeng ini menjelaskan, bahwa karena pada saat bulan ruwah kemarin kita tidak bisa melakukan sadranan di makam-makan raja mataram yang merupakan leluhur di tanah Jawa akibat pandemi covid-19.
“Sedangkan sekitar dua minggu lagi akan berganti kalender Jawa, maka kami bersama Sentono Dalem mupun Abdi Dalem menyempatkan diri untuk nyadran di tahun ini. Karena kalau tidak dilakukan kok rasanya ada yang ngganjel,” Ujar Gusti Moeng Rabu (5/8/2020).
Ada yang berbeda dari sadranan kali ini selain waktunya yang mundur akibat pandemi covid-19, baik sentono dalem maupun abdi dalem yang mengikuti prosesi acara diwajibkan menggunakan masker dan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memasuri area pemakaman.
Tradisi Nyadran merupakan gabungan antara budaya dengan nilai Islam sehingga masih terasa sangat kental lokalitas yang bersifat Islami, namun tradisi nyadran sendiri murni bukan ajaran dari agama Islam.
“Dalam tradisi Nyadran, biasanya masyarakat datang membawa bunga dan juga memberisikan makam leluhurnya, baik orang tua, saudara dan masih banyak lagi. Bahkan, tak jarang pula dalam tradisi Jawa dilengkapi dengan pembuatan ketan putih, apem, dan kolah untuk dibagikan kepada masyarakat,” tambahnya.
Bagi orang Jawa, tradisi Nyadran menjelang bulan suci Ramadan selalu dilakukan. Hal ini bukan hanya dilakukan oleh Karaton Surakarta saja, namun juga masyarakat umum. Dimana menjelang bulan Ramadan Keraton juga melakukan tradisi sadranan atau nyadran di beberapa makam leluhurnya, seperti Ponorogo, Purwodadi, Kota Gede, Imogiri dan masih banyak lagi.
Namun ada hal yang berbeda dengan sadranan kali ini, pasalnya sadranan kali ini tidak dilakukan pada saat bulan ruwah kalender Jawa.