JAKARTA – Skrining tuberculosis (TB) merupakan hal vital dalam upaya menemukan dan mengeradikasi TB. Mengingat hal itu, Mentari TB Recovery Plan di bawah Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah bekerjasama dengan Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) mengkampanyekan kesadaran akan TB demi peningkatan temuan kasus.
Dalam acara bertajuk Health Campaign: National Webinar for Mentari World TB Day Summit yang diselenggarakan pada Sabtu (18/6/2022), Agus Samsudin selaku ketua MPKU PP Muhammadiyah menyampaikan pentingnya meningkatkan temuan kasus TB. Apalagi, mengingat sejak pandemi Covid-19, temuan kasus TB di Indonesia turun hingga 50 persen. Hal itu seperti mengembalikan Indonesia pada 10 tahun lalu.
Padahal, Indonesia saat ini berada di posisi ketiga setelah India dan China sebagai penyumbang pasien TB tertinggi di dunia. Oleh karena itu, meningkatkan temuan TB sudah seharusnya diupayakan.
“Inilah yang perlu diusahakan oleh kita semua pihak, termasuk kita yang ada di rumah sakit-rumah sakit Muhammadiyah ini untuk bersama-sama menemukan pasien-pasien TB. Tujuan jelas supaya kita bisa mengobati dengan baik, sekaligus juga mengembalikan kesehatan pasien yang terkena TB ini menjadi sehat kembali,” kata Agus Samsudin saat membuka webinar.
Setelah kesadaran masyarakat dan tenaga kesehatan secara khusus terhadap TB terpuruk akibat fokus penangan Covid-19, kini Mentari TB Recovery Plan berupaya kembali mengampanyekan awareness dan temuan kasus terhadap penyakit tersebut. Untuk itu, berbagai regulasi dan kebijakan maupun sistem dibuat untuk mendukung campaign maupun pelaksanaan penanganan TB di 48 rumah sakit Muhammadiyah-’Aisyiyah (RSMA).
“Maka yang kita lakukan pertama adalah merecovery awareness yang turun. Awareness yang bagaimana yang kita ingin tingkatkan? Kita ingin mengingatkan bahwa kematian akibat TB juga tinggi. Lalu, tidak semua batuk demam itu tidak hanya Covid-19 saja, tetapi bisa juga TB,” jelas dr. Aldila S. Al Arfah, Program Manager Mentari TB Recovery MPKU PP Muhammadiyah.
Jika kesadaran meningkat, maka skrining pun diharapkan juga jadi lebih masif. Pasalnya, menurut Aldila, skrining merupakan pilar utama temuan kasus TB. Maka, saat ini RSMA mengubah sistem skrining dari pasif menjadi proaktif.
“Kita skrining dulu pasif, artinya hanya ketika ada orang batuk baru diskrining. Atau pasien yang datang ke klinik TB DOTS baru diskrining, itu sistem pasif dulu. Namun, sekarang sistemnya diubah, dari pasif menjadi proaktif. Pasien yang datang atau tidak datang ke TB DOTS pun kita skrining. Pasien batuk dan tidak batuk kita tanyakan juga. Lalu, penguatan di jejaring internal dan eksternal, perkuat komposisi tim, dan penguatan sarana dan prasarana,” imbuhnya.
Untuk itu, dibuatlah 12 regulasi oleh Mentari TB Recovery Plan untuk RSMA mulai dari manajemen tim TB di RS, sistem prosedur operasional (SOP) baik skrining di unit gawat darurat, klinik, atau pemeriksaan silang pasien diabetes melitus (DM) atau Covid-19, hingga report.
“Adapun regulasi manajemen TB bisa disebut regulasi payung atau regulasi utama untuk penanggulangan TB. Kemudian kita improve tim TB ini bukan hanya dari tim kesehatan atau dokter dan perawat tetapi meluas kepada satpam, cleaning service, resepsionis, dll, untuk dimasukkan dalam program. Karena mereka punya peran dan potensi dalam membantu skrining TB di garda terdepan,” tutur Program Manager Mentari TB Recovery Plan MPKU PP Muhammadiyah itu.
Sampai saat ini, program Mentari TB Plan yang telah dilaksanakan sejak September 2021 hingga Mei 2022 telah melakukan skrining terhadap 1.09.505 orang di 48 jaringan RSMA. Dari total tersebut, 249.587 menjadi suspek TB. Lalu, setelah pemeriksaan, ditemukan 5382 orang dengan diagnosis TB. Sedangkan, baru 5112 orang yang melakukan pengobatan. Adapun sisanya masih diupayakan intervensi.
Sejalan dengan itu, dr. Sri Widyaningsih, Sp.PK dari RS Islam Muhammadiyah Siti Khodijah Sepanjang Sidoarjo melaporkan telah mengimplementasikan dan merevisi 12 regulasi TB agar sesuai dengan rumah sakitnya.
“Semua unit baik dari instalasi rawat jalan, unit gawat darurat, rawat inap, klinik, satpam dan resepsionis semua ikut berperan, serentak, aktf masif. Jadi, tidak hanya dilakukan di area klinik tetapi di ruang tunggu dan lain-lain, terutama yang terlihat punya keluhan,” tuturnya.
Dalam kesempatan Health Campaign: National Webinar for Mentari World TB Day Summit juga dihadiri oleh Prof. Tjandra, Direktur Penyakit Menular Badan Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara periode 2018-2020. Dalam uraiannya, Tjandra menyampaikan pentingnya melibatkan multisektor dalam peningkatan temuan kasus TB. Selain itu, penting untuk membawa isu mengenai TB ke disematkan pada agenda lebih tinggi seperti dalam G20. Apalagi, mengingat 50 persen pasien TB berasal juga dari negara-negara G20.
Menurutnya pula, skrining dapat dilakukan di RS seperti jaringan RSMA, di rumah, maupun di klinik, mobile klinik, dan community based screening events atau di tempat yang sedang ramai masyarakat misalnya di Jakarta Fair bisa membuat tenda skrining seperti yang dilakukan untuk skrining Covid-19.
“Saya sangat mengapresiasi kerja Mentari TB Recovery Plan terutama untuk bahasan hari ini, skrining sangat penting. Skrining jadi modalitas yang baik untuk Invest to End TB Save Lives sebagaimana tema Hari TB Dunia tahun ini,” kata Prof. Tjandra.
Nationally Program Director PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI, Heny Prabaningrum Akhmad juga memaknai skrining khususnya yang dilakukan di level komunitas sebagai investasi berarti dalam upaya eradikasi TB sebagaimana tema Hari TB Sedunia.
baca: Milad ke 20, BSMI Luncurkan Jurnal Ilmiah Kemanusiaan
“Kalau tema HTBS 2022 ini kan Invest to End TB Save Lives seperti yang sudah dimention Prof Tjandra, untuk komunitas, Oleh karenanya investasi harus dimaknai dengan bagaimana investasi yang dilakukan komunitas untuk eliminasi TB terus dilakukan jelas Heny. “Saat ini ada sekitar 7000 kader di 190 Kabupaten/Kota di 30 provinsi. Ada yang aktif dan tidak, tapi harapannya telah melakukan pendampingan dan temuan TB di tengah pandemi. Selama 2021,
Di samping itu, dr. Endang Lukitosari selaku MPH dari Sub Koordinator Tuberkulosis Resisten Obat TBC Indonesia Kemenkes RI juga optimis dengan skrining TB ke depan.
“Senang sekali ada skrining TBC digencarkan, paling tidak bisa capai 70 persen (sama atau melebihi dari temuan 2019), memang idealnya sampai 90 persen tercapai. Tapi kalau menyamai 2019 itu sudah bagus,” kata Luki. []