SUKOHARJO–Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah tahun 2021 adalah 36.516.035 jiwa.
Dari jumlah penduduk ini, 47% di antaranya merupakan angkatan kerja. Mata pencaharian paling banyak adalah di sektor pertanian (42,34%), diikuti dengan perdagangan (20,91%), industri (15,71%), dan jasa (10,98%). Luas lahan pertanian Jawa Tengah Tahun 2021 mencapai 1,70 juta hektare.
Adapun lima besar daerah di Provinsi Jateng yang menjadi penyumbang produksi padi terbanyak adalah Kabupaten Grobogan 800.945 ton, Kabupaten Sragen 743.074 ton, Kabupaten Cilacap 739.140 ton, Kabupaten Demak 656.823 ton, dan Kabupaten Pati 549.005 ton.
Diskusi itu mengemuka diacara Sosialisasi Non Perda dengan mengambil tema, Skema Kesejahteraan Petani dan Peternak di Tengah Potensi Inflasi, Selasa (13/9).
Hadir dalam kegiatan tersebut Indrawen Yepe dan juga Quatly Alkatiri selaku Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah.
Dalam pemaparannya Quatly Alkatiri menjelaskan, Agustus 2022, gabungan enam kota di Jawa Tengah mengalami deflasi sebesar 0,39 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 111,45. Dari enam kota IHK di Jawa Tengah, semua kota mengalami deflasi.
Tingkat inflasi tahun kalender Agustus 2022 sebesar 3,87 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Agustus 2022 terhadap Agustus 2021) sebesar 5,03 persen.
“Penyebab utama deflasi Agustus 2022 adalah penurunan harga bawang merah, cabai merah, angkutan udara, minyak goreng, dan cabai rawit. Penahan utama deflasi adalah kenaikan harga tukang bukan mandor, beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, dan pisang,”ujarnya.
Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani tergambar dari perbandingan antara indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang harus dibayarnya. Konsep inilah yang dikenal dengan Nilai Tukar Petani (NTP).
Lanjut Quatly, peningkatan kesejahteraan petani merupakan salah satu peran penting dalam pembangunan nasional berkelanjutan dan demi terwujudnya kedaulatan pangan. Untuk meningkatkan kesejahteran petani tanaman pangan Pemerintah harus melakukan upaya-upaya yaitu sebagai berikut:
“Pemerintah masih perlu melakukan sosialisasi dan pendampingan ke petani terhadap penggunaan kartu tani dan distributor dalam penggunaan mesin EDC (Electronic Data Capture atau EDC adalah sebuah alat penerima pembayaran yang dapat menghubungkan antar rekening bank),”tambahnya.
Pemerintah harus memperbaiki data RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok atau RDKK merupakan data penerimaan pupuk subsidi yang diterapkan Kementerian Pertanian) yang lebih akurat lagi, jangan sampai petani mendapatkan kuota pupuk tidak sesuai kebutuhannya apalagi saldo kosong.
baca: Danrem 074/Warastratama Bersama Forkopimda Wonogiri Panen Raya Kacang Sacha Inchi
Terkait kuota pupuk, Pemerintah seharusnya memberikan kuota setara pada waktu memberikan subsidi pupuk yaitu kuota pupuk minimal 50 persen dari kebutuhan pupuk yang dibutuhkan.
“Pendistribusian benih harus bottom up yaitu mengakomodir kebutuhan benih dari petani mengingat selama ini bantuan benih dari Pemerintah cenderung bersifat top down dan memperbanyak kuantitas benih unggul bersertifikasi,”pungkasnya. []