MAGELANG-Desa Sukomulyo, sebuah desa agraris yang terletak di pedalaman, Kecamatan Kajoran menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi untuk mendukung aktivitas pertanian.
Sebagai desa yang menggantungkan hidup pada hasil tani, sistem penerangan dan pengairan menjadi kunci keberhasilan produksi. Namun, ketergantungan pada jaringan listrik konvensional sering kali menjadi kendala akibat keterbatasan distribusi dan biaya operasional yang tinggi.
“Melihat potensi besar energi terbarukan, tim dosen dari Program Studi Mekatronika sebuah perguruan tinggi terkemuka mengambil inisiatif untuk membantu masyarakat Desa Sukomulyo melalui pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan ini berfokus pada penerapan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk mendukung sistem penerangan dan pengairan greenhouse yang dimiliki oleh para petani,”jelas Andriyatna selaku ketua panitia pelaksana dari Universitas Tidar.
Pengabdian kepada masyarakat yakni untuk memenuhi kewajiban dosen sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Melalui kegiatan ini, diharapkan para dosen Mekatronika berupaya memadukan teknologi, inovasi, dan edukasi dalam satu langkah konkret.
Alasan Desa Sukomulyo dipilih sebagai lokasi program karena memiliki potensi besar untuk pengembangan energi surya. Wilayah ini mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun, namun sumber daya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.
“Sistem greenhouse di desa ini, yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari cuaca ekstrem, sering kali terkendala karena pasokan listrik tidak stabil. Hal ini memengaruhi sistem penerangan untuk fotosintesis buatan di malam hari dan sistem pengairan otomatis yang sangat dibutuhkan selama musim kemarau,” ungkapnya.
Proyek ini terdiri dari beberapa tahapan penting, yaitu survei lapangan, perencanaan teknis, instalasi, dan pelatihan masyarakat.
Penerapan PLTS di Desa Sukomulyo telah memberikan dampak positif yang signifikan.
Menurut Ketua Kelompok Tani Desa Sukomulyo, Kecamatan Kajoran, Sutarjo, program ini menjadi solusi atas masalah yang telah lama dihadapi petani.
“Dulu, kami sering kesulitan karena listrik padam. Dengan sistem tenaga surya ini, kami tidak lagi khawatir. Bahkan, hasil panen kami sekarang lebih bagus,” ujarnya.
Sementara itu, salah seorang ibu rumah tangga yang juga memanfaatkan sistem ini di greenhouse kecilnya mengatakan, “Selain membantu suami di kebun, saya juga belajar cara merawat sistem tenaga surya ini. Jadi, kalau ada kerusakan kecil, kami bisa memperbaikinya sendiri.”
Meski program ini telah berjalan dengan baik, beberapa tantangan tetap dihadapi, seperti biaya awal instalasi yang cukup tinggi dan kebutuhan untuk suku cadang yang mungkin sulit diperoleh di daerah terpencil.
Ke depan, tim dosen dari Universitas Tidar berencana untuk memperluas program ini dengan menambah jumlah panel surya dan mengintegrasikan teknologi Internet of Things (IoT) untuk memantau sistem secara jarak jauh. Mereka juga berharap program ini dapat menjadi percontohan bagi desa lain di Indonesia yang memiliki potensi energi surya.
Pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh dosen Mekatronika di Desa Sukomulyo menunjukkan bagaimana teknologi dapat menjadi solusi praktis bagi permasalahan masyarakat pedesaan.
Dengan memanfaatkan energi matahari, desa ini tidak hanya mampu meningkatkan hasil pertanian, tetapi juga memberdayakan warganya untuk mengelola sumber daya secara mandiri.
Program ini menjadi bukti bahwa kolaborasi antara akademisi, masyarakat, dan teknologi dapat membawa perubahan positif yang berkelanjutan. Semoga inisiatif serupa terus dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia, mendukung visi pembangunan yang ramah lingkungan dan inklusif. []