SOLO-Bagaimana meriahnya 24 empat jam menari? Inilah yang dilakukan oleh ISI Surakarta untuk memperingati Hari Tari Dunia. Tahun ini adalah pelaksanaan 24 jam menari yang ke 19.
Worldanceday yang mengusung tema Land of thousand kingdoms menurut Rektor ISI Surakarta I Nyoman Sukerna, bermakna “Sebuah dinamika budaya yang menjadi keberagaman Nusantara. Perlu terus dirawat, sebagai aset budaya untuk generasi kedepan.”
Dua puluh empat jam menari dimulai dengan tarian pertama Selasa pagi 29 April 2025. Acara ini juga dimeriahkan oleh penampilan penyandang disabilitas. Ada tiga sekolah luar biasa (SLB) yang turut berpatisipasi.
SLB A YKAB Surakarta dengan para penari tunanetra, SLB Anugerah Colomadu dengan tim tari para penyandang tunagrahita, serta SLB Negeri Karanganyar dengan tiga penari tunarungu.
Tiga siswa SLB Negeri Karanganyar dibawah arahan Jonet Sri Kuncoro tampil memukau. Dengan mengenakan costum ‘cakil,’ Agil, Lintang, dan Azam, yang menari dengan penuh semangat. Tepuk tangan meriah mengiring penari masuk seusai menghentak pendopo ISI dengan tarian Cecakilan.
Jonet Sri Kuncoro yang juga merupakan dosen seni tari ISI Surakarta, menyampaikan bahwa, Alam pikir anak adalah alam pikir bermain.
“Melalui bermain anak belajar mengembangkan diri, meniru dan berkhayal juga adalah dunianya,”ungkapnya.
Lebih lanjut, Jonet menyatakan bahwa Tari Cecakilan adalah sebuah tari yang lahir dari seorang anak dalam merespon lingkungan estetiknya.
“Anak-anak suka berkhayal dan meniru, termasuk berperan sebagai tokoh Cakil. Dari khayalan akan tokoh Cakil itulah lahir gerak-gerak atraktif dan penuh humor,”tambahnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SLB N Karanganyar, Farida Yuliati mengaku bangga dengan pementasan anak didiknya. Menurutnya, anak disabilitas juga bisa berpartisipasi dalam perayaan hari tani se Dunia.
“Mereka semangat dalam menari dan mampu memukau semua penonton yang hadir. Tentu itu menjadi kebanggaan kami selaku pengajar,”tuturnya. []