SOLO – Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, melalui Lembaga Dewan Adat (LDA), menggelar Tahlil Dzikir Kholdalem Sultan Agung Hanyokrokusumo, dalam rangka memperingati hari wafatnya Sultan Agung, raja Mataram yang dikenal keberaniannya melawan dan mengusir penjajah Belanda.
Peringatan yang kali kedua diselenggarakan ini digelar dari Kagungandhalem Sasana Sumewo Pagelaran Keraton menuju ke Masjid Ageng Solo, yang peringatannya bersamaan dengan situasi pandemi covid 19.
Sehingga kemeriahannya tidak seperti haul tahun lalu, yang dihadiri lebih dari 5000 orang, haul saat ini, hanya diikuti sekitar 300 orang.
Meski lebih sedikit, namun tidak mengurangi khidmadnya acara, karena sudah sangat representatif dengan perwakilan diseluruh trah, atau sentono atau putra-putri dalem, serta perwakilan pengurus pokoso dan perkumpulan masyarakat dari Jateng, Jatim, dan Jogjakarta yang memiliki perhatian terhadap keraton.
Karena situasi pandemi, LDA sengaja melakukan pembatasan ketat peserta sesuai petunjuk perijinan dari satgas covid 19 di Solo. Pembatasan tersebut penting untuk menghindari terjadinya kerumunan.
Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta, GKR Wandansari Koes Moertiyah (Gusti Moeng), mengatakan bahwa tiap-tiap sentono dari masing-masing trah raja membawa caos wilujengan atau satu perangkat wilujengan untuk dikirim doa, tahlil, dzikir, serta sholawat.
“Caos wilujengan Sultan Agung, dari LDA, sementata Eyang Amangkurat Agung, langsung dari trahnya masing-masing sampai eyang PB XII. Caos Wilujengan tersebut dibawa ke masjid untuk selamatan mendoakan leluhur dengan membaca doa, tahlil, dzikir, serta sholawat Sultan Agung dan Syahadat Quresh, karya Sultan Agung,” terang Gusti Moeng.
Acara ini diselenggarakan, imbuh Gusti Moeng, untuk mengingatkan kembali asal usul kita. Eling sangkan paraning dumadi, serta selalu bersyukur dan nyenyuwun kepada Tuhan.
“Dawuhnya eyang, saat wilujengan makan jenang baru, yaitu jenang abang putih jenang yang menunjukkan sangkan paraning dumadi, dumadine menongson itu dari bapa biyung digambarkan jenang abang putih, abang ibu dan putih bapak.”
Sementara Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Lembaga Dewan Adat Keraton Kasunanan Surakarta, KPH Eddy Wirabhumi mengatakan, karena dimasa pandemi, acara dzikir kholdalem ini digelar sederhana.
“Haul pada intinya mengirimkan doa agar Sultan Agung Hanyokrokusumo ditempatkan di tempat yang semestinya sesuai amal perjuangannya dulu. Haul juga memperingati perjuangan Sultan Agung untuk masyarakat, negara dan bangsanya,” ungkap Eddy.
Prosesi peringatan wilujengan Haul Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo yang ke-387 diawali iring-iringan para abdi dalem Keraton Kasunanan membawa caos wilujengan atau ubo rampe dari Pagelaran menuju masjid Agung.
Setiba di masjid, ubo rampe tersebut disusun di atas meja kemudian bersama sama melantunkan ayat suci Alquran doa-doa, dzikir, dan sholawat, yang dipimpin ulama Keraton Kasunanan.
Setelah selesai berdoa, uba rampe diantaranya nasi gurih, ingkung ayam, gedang ayu , suruh ayu sego golong, ada ketan, kolak apem, bubur merah putih, dan lainnya dibagikan kepada peserta. Kegiatan ini merupakan acara tradisi yang diselenggarakan dengan tetap menjunjung tinggi paugran keraton.
Sultan Agung Hanyokrokusumo sendiri merupakan pahlawan nasional yang memiliki sikap berani serta memiliki daya karya cipta tinggi.
Kalender Jawa juga disebut sebagai Kalender Sultan Agungan karena diciptakan pada pemerintahan Sultan Agung (1613-1645). Sultan Agung adalah raja ketiga dari Kerajaan Mataram Islam yang menciptakan sebuah sistem penanggalan baru yang merupakan perpaduan antara kalender Saka dan kalender Hijriyah.
Selain itu Babad Nitik Sultan Agung merupakan karya sastra yang diciptakan oleh Sultan Agung. Selain itu Sultan Agung telah menulis Serat Sastra Gending. Penyerbuan ke Batavia pada tahun 1628 dan tahun 1629 oleh Sultan Agung merupakan bukti keberanian
Kesultanan Mataram untuk mengusir penjajah VOC Belanda yang saat itu bermarkas di Batavia (sekarang Jakarta).
Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.