SOLO – Elemen Mahasiswa UNS melaksanakan diksusi tentang Rancangan Undang-Undang KPK (RUU KPK) dengan tema “RUU KPK dan Jalan Konstitusi: Bagaimana Langkah Selanjutnya?”. Acara yang bertempat di Cafe Bhineka, Fakultas Teknik UNS itu menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara dan Ketua Pusat Studi Konstitusi, Jadmiko Anom Husodo dan Perwakilan KPK Firlana Ismayadin, Rabu (16/10).
Pada kesempatan tersebut dilakukan pembahasan tentang langkah ke depan yang bisa dilakukan oleh publik. Khususnya langkah-langkah yang sifatnya konstitusional terkait akan diundangkannya RUU KPK yang jatuh pada 17 Oktober 2019 (kemarin-Red). Beberapa cara yang dapat ditempuh secara konstitusional seperti Perppu, Judicial Review, dan Legislative Review adalah beberapa cara yang bisa ditempuh oleh berbagai pihak dengan mendatangkan konsekuensinya masing-masing. Baik oleh sipil sendiri maupun diwakilkan oleh anggota dewan di parlemen.
“Untuk konteks Perppu, presiden perlu mempertimbangkan potensi dampak negatif dari langkah yang diambil. Ketika Perppu dikeluarkan dampak negatifnya berasal dari partai politik dan ketika Perppu tidak dikeluarkan dampak negatif berasal dari masyarakat. Sepertinya lebih mudah dari parpol karena kalau dari publik akan lebih banyak kemungkinan,” ujar Firlana. Hal ini merujuk hitung-hitungan politik yang sarat akan kepentingan.
baca: Mahasiswa UNS Turun ke Jalan Tolak Disahkannya UU Cipta Kerja
Di sisi lain, memang publik lebih memandang pesimis terkait langkah Judicial Review karena beberapa hal. Namun Anom Husodo memandang ada potensi yang bisa kita pertimbangkan, “Sejarah mencatat TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, sejak dikeluarkan dahulu sampai detik ini belum dicabut. Sehingga akan menjadi batu uji yang bisa dipertimbangkan guna keperluan Judicial Reviw, ketika selama ini MK hanya memakai konstitusi.” []