Home Alinea Cerpen: Yang Tak Terlupakan

Cerpen: Yang Tak Terlupakan

0

Samira sangat lelah. Setelah beraktivitas seharian, tubuhnya terasa lemas dan capai. Samira pun bersiap-siap untuk tidur. Setelah mandi dan menggosok gigi, dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

Ketika Samira berusaha tidur, tiba-tiba dia mendengar suara berkelontangan dari dapur. “Ah… paling itu suara tikus.” Gumam Samira. Suara itu seperti suara mengambil minum dari dispenser dan mengambil nasi dari magiccom.

Samira penasaran. Diapun beranjak dari kasur untuk memeriksa dapur. Saat itu, Samira sedang sendirian di rumah. Ayah ibunya sedang pergi ke rumah sakit. Sebentar lagi, Samira akan punya adik.

Dengan hati-hati, Samira membuka pintu dapur. Ternyata, di sana ada seorang anak kecil gundul yang tidak memakai baju.  Anak itu menatap Samir, matanya seperti mengeluarkan sinar laser berwarna merah. Tapi, lama-lama sinar itu meredup dan kemudian wajah anak itu menjadi ramah. “Hai Kak,” sapanya.

“Ka.. kamu siapa?” tanya Samira tergagap ketakutan.

“Ya ampun Kak.. masa Kakak nggak kenal aku? Aku adikmu!” jawab anak itu.

“Hah, adik?” Samira sangat heran. Mengapa adik bisa ada di sini? Harusnya kan, ibu sedang proses lahiran di rumah sakit sekarang.

“Iya, aku Adikmu. Aku bahagia di sana.” Katanya sambil menunjuk atas. Samira masih kebingungan apa maksud anak itu. “Hm.. aku titip pesan ya kak, nanti sampaikan ke Ayah sama Ibu, kalau aku sayang mereka. Dan, aku juga sayang Kakak.” Lanjutnya sambil menitikkan air mata. Kemudian, secara perlahan, anak itu menghilang.

“Tunggu!! Jangan pergi…” teriak Samira. Namun, teriakan Samira terlambat.  Anak itu sudah pergi dilahap cahaya.

“Nak, ayo bangun.” Kata ibu membangunkan Samira. Suara ibu terdengar sejuk di telinga, sehingga mengurangi rasa sedih yang sedang dirasakan Samira. Samira bangun dengan keringat yang bercucuran, dia mengelap dahinya, napasnya naik turun.

“Ibu, tadi aku bertemu Adik. Dia…” Samira tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Suaranya tercekat.

“Kamu hanya bermimpi, Nak.” Jawab ibu sedih.

“Ini semua hanya mimpi?!” jerit Samira dengan sedih.

“Ayolah, kamu harus terima kenyataan bahwa Adikmu sudah tiada.” Nasehat ibu, yang tau betapa sedih rasa kehilanganya Samira atas kepergian adiknya itu.

“Iya Bu, tapikan Samira ingin sekali punya Adik. Sudah sepuluh tahun lho aku jadi anak tunggal.” Balas Samira kecewa. Mungkin rasa rindu yang begitu menggebu membuat adik Samira mendatanginya. Agar Samira dapat melepaskan rasa rindu itu dan merelakannya pergi.

Bagaimana Samira tidak bersedih, adik yang sudah puluhan tahun ditunggunya setelah dua hari dilahirkan, adiknya itu meninggal. Samira sangat kehilangan dan merasa begitu kesepian karena harus sendiri lagi.

“Ayolah Nak, jangan sedih terus. Lagi pula, Ibu kan masih bisa hamil lagi dan kamu bisa punya Adik.” Kata ibu menenangkan. “Hm… ibu udah menyiapkan makanan kesukaanmu tuh, di meja makan. Makan dulu yuk.” Ajak ibu.

Samira tersenyum lega, karena mendengar bahwa ia masih bisa punya adik lagi. Ia pun turun dari tempat tidur dan beranjak menuju meja makan. Sambil berdoa dan berharap, agar ibunya segera lekas hamil kembali. []

Penulis, Nada Nisrina Hasna Nadhifa

SDIT Insan Kamil Karanganyar

Exit mobile version